Rindu Ini Masih Untukmu
8 tahun sudah aku meninggalkan Mesir dan sampai sekarang aku terus merindu. Berdoa selalu agar Mesir kembali aman, nyaman, dan ramah seperti suasana saat pertama kali aku menginjakkan kaki di tanahnya yang mulia. Azhar dan asrama Bu'uts adalah 2 tempat yang paling banyak menyisakan kenangan istimewa bagiku. Untuk tempat tinggalku selama 4 tahun disana (Asrama Bu'uts), aku mempersembahkan tulisan ini.... ^_^
“Madeenat
el-Bu’uts al-Islamiyah;
Miniatur
Dunia Islam”
Bagian Satu,
Madinah el-bu’ust al-Islamiyah
adalah asrama pelajar dan mahasiswa dari segala penjuru dunia yang belajar di
Azhar As-Syarif. Nama asrama ini tergabung dalam tiga kosa kata, yaitu:
Madiinah, secara harfiah berarti kota, dan el-bu’uts artinya para delegasi,
serta al-islamiyah yang berarti Islam. Penggunaan kosa kata ‘madeenah’ dalam
bahasa Arab Mesir memang sering diartikan dengan asrama.
Asrama Bu’uts sudah ada sejak
lama, tapi saya belum tahu kapan tepatnya asrama ini didirikan. Mungkin nanti
saya akan tanyakan dulu ke salah satu pegawai disini. Namun yang jelas, salah
satu mantan Presiden kita, yaitu Alm. Abdurrahman Wahid alias Gusdur pernah
bermukim di asrama Bu’uts selama beliau belajar di Azhar. Setelah beliau naik jadi
Presiden, dengar-dengar kamar yang pernah ditempati beliau dulu dibuatkan
semacam sedikit keterangan di depannya oleh pihak Bu’uts, bahwasanya kamar ini
pernah ditempati oleh seorang mahasiswa bernama Gusdur yang kini menjabat
sebagai Presiden Indonesia. Dan masih dari berita dengar-dengar, keterangan
tersebut masih ada sampai sekarang. Maaf ya kalau sumber beritanya dari
‘dengar-dengar’ sebab saya tidak tinggal di asrama putra dan tidak bisa masuk
kesana untuk memastikan isu tersebut. *ngeles mode: ON*
Di bu’uts kubro’ alias asrama
putra terdapat 35 imaroh (building;gedung) yang rata-rata berlantai tujuh.
Penghuninya kira-kira 5.000 mahasiswa dan pelajar asing dari berbagai belahan
dunia, seperti: Indonesia, India, Thailand, China, Bangladesh, Turki, Maroko,
Jepang, Jerman, Sudan, Swedia , Rusia dan Negara-negara pecahannya, seperti
Uzbekiztan, Kazakastan, Turkmenistan, dll, serta negara-negara dari benua hitam
(Djibouti, Somalia, Comoros, Nigeria, Senegal, dll). Singkat kata, asrama
bu’uts adalah miniatur dunia Islam. Sedangkan gedung di bu’uts shugro’ a.k.a
asrama putri hanya berjumlah 5 imaroh, setiap imaroh punya tiga lantai, dan
setiap lantai terdapat 18 kamar, dan setiap kamar dihuni maksimal dua jiwa.
So, Penduduknya juga tidak lebih dari 400 orang.
Seperti kebanyakan asrama pada
umumnya, asrama Azhar atau yang lebih popular disebut ‘'bu’uts’' ini juga
memiliki staff pengamanan khusus yang ketat, namun ini berlaku di asrama putri
saja. Para penghuni bu’uts putri wajib mengisi daftar keluar dan masuk di
gerbang asrama yang dijaga ketat oleh polisi-polisi yang berpengalaman, dan
adanya penetapan jam malam. Jam 9 malam adalah waktu paling akhir masuk asrama.
Bagi yang melakukan pelanggaran akan dikenakan hukuman yang tidak terduga
sesuai dengan tingkat pelanggaran. Kalau petugasnya sedang berbaik hati,
palingan dinasehati (baca:dimarahi) dan diberikan peringatan terakhir. Tapi,
kalau sedang disiplin mode: ON, bisa-bisa dikeluarkan dari asrama.
Disiplin
seperti ini tidak berlaku di asrama putra. Mereka bisa keluar masuk tanpa
menulis di buku besar di gerbang bu’uts. Mereka juga boleh menginap diluar
tanpa memberitahukan terlebih dahulu ke petugas asrama, asalkan dalam tiga hari
mereka wajib menampakkan batang hidungnya di asrama dan mengisi buku absen di
ruang makan. Bukan berarti gerbang asrama putra tidak ada penjaganya, malahan
penjaga disana lebih banyak tiga kali lipat dari asrama putri. Mungkin
alasannya laki-laki lebih bisa menjaga diri daripada wanita yang identik lemah
tak berdaya, apalagi sekarang tengah berada di negeri orang.
Di bu’uts setiap
mahasiswa/pelajar mendapat jatah makan sehari tiga kali. Paket sarapan tiap
paginya terdiri dari roti gandum yang dinamakan ‘isy, roti bundar hambar yang
jika dibiarkan terbuka kena angin dalam sehari semalam saja teksturnya akan
berubah keras dan rasanya semakin tidak jelas. Di lain hari biasanya juga
terdapat roti pino. Sama halnya dengan roti ‘isy, roti ini anti sama angin. Dibiarkan
sehari saja terbuka diterpa angin, bersiap-siaplah besok roti ini akan berubah
keras seperti pentungan. Selain sarapan itu, juga ada madu satu sachet tapi
kadang-kadang diganti selai, satu teh celup, satu sachet gula putih, telor ayam
satu butir, satu sachet halawah (manisan buat makan roti pino), bubur kacang
adas dan kacang merah ( kacang full). Khusus untuk kacang full cara menikmatinya
sedikit berbeda. Bubur kacang merah yang hambar itu dicampur tiga sendok atau
empat sendok minyak sayur lalu diaduk-aduk sampai menyatu, hidangan siap
dinikmati. Bubur kacang adas dan full adalah pelengkap utama dalam menikmati
roti ‘isy.
Untuk makan siang dan malam kita
mendapat jatah sesuai jadwal menu yang sudah ditentukan. Dari hari Senin sampai
hari Rabu Bu’ust menyediakan lauk daging ayam, nasi ala Mesir (nanti di bawah
saya akan jelaskan cara pembuatannya), buah tergantung musimnya (kalo lagi
musim anggur, ya dapat anggur, musim jambu dikasih jambu, dst.), yoghurt tawar,
madu, dua butir telur, sayur kentang atau sayur kacang atau sayur kusya
(sejenis sayur oyong), bawang, tomat, paprika, dll. Tomat dan
saudara-saudaranya kita dikasih mentah, karena Bu’uts tidak menyediakan makan
malam, jadi kita sendiri yang harus masak.
Dulu, awal saya tinggal di Bu’uts
makan malam itu masih ada, tapi karena banyak mahasiswa dan mahasiswi yang
malas mengambil jatah ke dapur umum di malam hari akhirnya Bu’uts meniadakan
jam makan malam. Nah, selain hari yang disebutkan di atas para mahasiswa yang
bermukim dibu’uts akan mendapatkan lauk sekerat daging yang sudah dimasak,
yaitu pada hari Sabtu, Ahad, dan Kamis dengan pelengkap yang sudah saya
jelaskan diatas. Untuk hari Jum’at lauknya sedikit berbeda, yakni sekaleng ikan
tuna. Hari Jum’at adalah hari libur weekend di Mesir. Pegawai tukang masak juga
perlu liburan. Maka dari itu kita mendapatkan sekaleng ikan tuna yang diimpor
dari Thailand, dan kadang-kadang juga dari Indonesia.
Selain ikan tuna kita
juga tetap dikasih makanan-makanan pelengkap yang sudah saya sebutkan diatas.
Perbedaan lainnya di hari Jum’at adalah nasi. Nasi yang dihidangkan di hari
Jum’at jauh lebih pas di lidah daripada nasi di hari biasa. Di hari Jum’at kita
bisa menikmati nasi putih yang dicampur dengan minyak zaitun atau minyak samin.
Sedangkan di hari lainnya Bu’ust menyediakan (bagi yang berminat) ‘nasi campur’.
Ini istilah saya sendiri, nama aslinya bukan itu ya.
Metode pembuatannya adalah
sebagai berikut: *pake topi dan baju chef dulu* *beralih profesi* Pertama-tama,
jerang air di atas kompor, rendam beras hingga putih dan teksturnya berubah
sedikit lembut, masukkan nasi ke dalam air yang sudah mendidih, tunggu beberapa
saat sampai beras berubah menjadi nasi, kemudian masukkan mie berwarna coklat
(semacam mie shoun) ke dalam nasi yang sedang mendidih, terakhir siram masakan
tersebut dengan minyak samin atau minyak sayur kira-kira lima sendok makan.
Aduk hingga rata. Diamkan sampai airnya kering, lalu angkat. Siap disantap. ps:
disarankan menikmati hidangan ini ketika masih hangat. Kalo sudah dingin
rasanya jadi tidak enak.
Untuk mahasiswa yang ingin
mendapatkan semua fasilitas ini tidak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun,
dengan syarat dia harus minhah Azhar (mahasiswa Azhar, red.) dan bersedia
tinggal di asrama. Ada juga orang yang bukan minhah Azhar tapi tinggal di
Bu’uts, istilahnya istidhofah (indekost, red). Orang yang istidhofah di bu’uts
diharuskan membayar uang bulanan meski bayarannya terkesan formalitas doang.
Alhamdulillah, bayaran ini sudah dihapuskan sejak Syaikh Azhar yang baru, Ahmad
Thoyyib naik jadi Grand Azhar menggantikan almarhum Syaikh Tanthowi. Musthodif
tersebut akan mendapatkan kamar, biasanya di kamar yang isinya tiga atau dua
orang, mendapatkan jatah makan, dan tidak memperolah uang bulanan. Beda halnya
dengan mahasiswa yang ‘ala minhah Azhar, tiap bulannya mendapatkan gaji bulanan
atau istilahnya uang beasiswa dari Azhar sebesar 200 Le atau sekitar Rp. 350.000,00.
Dan bagi penerima beasiswa Azhar yang tinggal di luar asrama akan mendapatkan
uang tambahan 100 Le dari pihak asrama Azhar. Dan khusus untuk mahasiswi yang
tinggal di asrama putri, ada bis kuliah antar jemput. So, sebenarnya tidak ada
alasan lagi untuk bermalas-malasan di negeri ini. Kata Allah SWT di dalam
kitab-Nya: “fa bi ayyi aalaai robbikumaa tukadzibaan?”
Komentar
Posting Komentar