Kenangan Berharga di Markaz Nile
Untuk Ustazah Butsainah, wahastiinii awiiiiii.... Kangen belajar sama Ustazah lagi. Tulisan ini kubuat untuk mengenang insiden kita kala itu hehehe... Aku tahu karena Ustazah sayang sama aku ^_^
Belajar
Disiplin
Suatu
ketika aku mengikuti sebuah kelas bahasa di daerah Hay Sabi’-dekat
kuliah banat Al-Azhar-. Salah satu peraturan yang diterapkan sang Ustadzah
adalah melarang mengaktifkan hp selama pelajaran berlangsung. Pada hari berikutnya, seperti biasa aku masuk
kelas terlambat lima menit atau sepuluh menit. Sebelum sampai ke tempat duduk,
beliau menanyakan kabarku dan dilanjutkan dengan ceramah pendek agar besok aku
tidak datang terlambat lagi.
Datanglah
problem itu. Aku merasa bagai makan buah Simalakama. Akhirnya aku
permisi keluar kelas sebentar, dan beliau mengizinkan.
“Iya,
anti datang saja. pelajarannya dimulai jam 10 pagi. Ana lagi ada
kelas nih. Haida masih ingat jalan kesini kan? Tinggal naik tramco (angkot
Mesir) dari mahattoh Nuril Khattab, kok, atau kalau anti naik bis 24 C
atau bis 926, nanti turun di mahattoh Fillah.” Jelasku panjang lebar
dengan orang disebarang sana.
“Oke
deh, Kak, kalau begitu. Ana masih ingat kok rutenya. Sampai ketemu disana.
Terimakasih.” Jawabnya lugas seraya mengucap salam.
“aghliqii
al-haatif au uhkrujii min fashlii.” Sesosok tubuh menyembul dari daun
pintu. Wajahnya memerah seperti udang rebus. Kemana wajah cantik dan putih Ustadzahku?
Dan tentu saja kata-katanya membuatku kaget. Sepertinya beliau benar-benar
marah dengan sikapku. Dengan menunduk aku masuk ke dalam kelas.
Beliau
masih marah-marah! Aku mendengarkan dengan hati tersiksa. Aku adalah korban
pertama dari peraturan yang baru dibuat dua hari kemarin. Aku tidak menerima
telpon di kelas, hp-ku juga di-silent, cuma getar saja. Dan
telpon tadi penting, setidaknya bagi Haida, mahasisiwi baru dari Indonesia yang
juga ingin belajar tambahan di markaz ini. Tapi semua alasanku mentah di
tangannya. Aku dilarang ikut muhadhoroh hari itu.
“La
yanfa’ ya bint, hadza la yanfa’.” Usirnya halus demi dilihatnya diriku
masih duduk dibangku dan mengikuti pelajarannya. Aku diam, pura-pura tak
mengerti apa yang ia maksud. Akhirnya beliau secara terang-terangan melarangku
ikut kelas hari ini. Ia bilang ia sakit hati, dikiranya tadi aku permisi mau ke
toilet, tapi ternyata malah menerima telpon.
“Tadi
itu telpon penting, Ustadzah!” Jawabku memelas. Memohon pengertiannya.
Tak ada maksud untuk menipunya.
“Memangnya
pelajaran yang kuterangkan ini tidak penting? Pentingan mana telpon kamu dari
pelajaran ini? Sikapmu tadi meremehkan saya!” Bentaknya. Tahu kan, kalau orang
Mesir sudah marah kayak mercun, tak terkecuali seorang Ustadzah yang
selama ini kukenal santun dan ramah.
Wah,
gawat! Watak Mesirnya keluar. Pikirku. Akhirnya aku pilih diam dan mengalah.
Aku keluar kelas dengan wajah murung sambil mengucap salam dengan pelan.
Bola-bola kristal dimataku tak dapat kutahan. Aku tahu aku salah, karena
menerima telpon di saat jam pelajaran, tapi aku ingin beliau sedikit mengerti
posisiku. Aku sempat merasa marah juga dalam hati dan tidak ingin masuk ke
kelasnya lagi, selamanya! Titik!
Aku
menelusuri trotoar menuju ke kuliah banat dengan kelopak mata yang sedikit
basah, kayak di sinetron-sinetron cengeng gitu deh. Kurasa beliau tidak
menghargai usahaku datang pagi-pagi buta kesini, menunggu bis yang super lama,
mengejar tramco dengan jarak yang lumayan jauh, berdesak-desakan kayak
ikan sarden, dan tentu saja aku tidak bisa tidur pagi lagi. Eh, malah diusir.
Di jalan aku
lebih banyak flashback kejadian tadi dan merenungi titik-titik
kesalahanku. Dan kuakui ini semua salahku. Lha…, peraturannya memang tidak
boleh sama sekali mengaktifkan hp, aku malah membandel. Tentu saja beliau sakit
hati karena menilai aku tidak disiplin dengan peraturannya. Rasa marah yang
sempat menempel di hatiku kini berubah jadi rasa terima kasih, beliau telah
banyak mengajariku, dan hari ini aku mendapat pelajaran spesial, begitu juga
teman-teman sekelasku, agar kejadian serupa tidak terulang di masa yang akan
datang. Terkadang kita perlu “ditampar” dulu baru bisa menyadari kesalahan yang
diperbuat.
Esoknya
aku datang ke kelas, seperti biasa, terlambat!
Komentar
Posting Komentar